Siapa yang Allah kehendaki mendapatkan hidayah karena kemurahan dan
kasih sayang-Nya maka tidak akan bisa menyesatkannya, sebaliknya siapa
yang Allah sesatkan karena hikmah dan keadilannya maka tidak akan bisa
untuk menunjukkan hidayah karena dia yang memiliki hidayah. Dan siapa
sangka orang yang berdampingan dengan orang yang paling mulia tapi Allah
halangi dari hidayah dan juga siapa yang mengira orang yang hidup
berdampingan dengan orang yang paling kafir Allah berkehendak memberikan
hidayah dan inilah yang terjadi pada wanita yang sangat luar biasa
yang sampai-sampai Allah dan Rasulnya abadikan dalam Alquran dan hadits
dialah istri pembesar Fir’aun yaitu Asiyah binti Muzahim.
Keteladanan Asiyah
Asiyah termasuk sedikit diantara manusia yang namanya terukir dalam
Alquran. Allah memberikan penghormatan kepadanya karena ketakwaan dan
keshalehannya. Allah menjadikannya sebagai contoh bagi kaum wanita yang
tetap tegak dalam keyakinan tauhid walaupun berada di tengah-tengah
lingkungan yang penuh dengan dosa dan kemusyrikan. Allah juga
menjadikannya sebagai contoh bagi istri yang sabar. Istri penyabar bisa
memberikan jasa sangat besar dalam memelihara keutuhan rumah tangga,
kebahagiaan suami dan kegembiraan anak-anaknya. Istri seperti itu tidak
akan mudah menceritakan kesulitan dan berbagai permasalahan yang akan
menyedihkan dan mencemaskan suaminya. Walaupun sebenarnya ia menyimpan
kepahitan dalam hatinya. Semua kesulitan akan dihadapinya dengan penuh
ketabahan dan sikap pasrah kepada Allah.
Asiyah termasuk orang yang tak silau dengan kehidupan duniawi. Meski ia
hidup di lingkungan Istana. Ia tidak tertarik dengan segala kemewahan
yang ada di dalamnya. Ia tidak mau memanfaatkan kesempatan sebagai
seorang istri Raja untuk bersenang-senang dan berfoya-foya. Malah ia
menganggap rendah segala kemewahan dunia yang ada padanya dan meminta
agar diselamatkan dari Fir'aun berikut keburukannya demi untuk menggapai
kehidupan akhirat.
Sikap yang meremehkan bentuk-bentuk penampilan duniawi itu sudah menjadi
sikap hidupnya. Padahal jika mau, ia tinggal berkata kepada para
abdinya untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi hal itu tidak ia
lakukan. Ia menyadari bahwa apa yang ada di istananya itu hanya kepuasan
semu.
Baginya, kemuliaan yang hakiki dan kehormatan yang mutlak hanya ada pada
Allah Swt. Ia meyakini bahwa dunia beserta kenikmatannya akan lenyap,
sedangkan akhirat adalah kehidupan kekal, damai abadi selamanya. Maka
baginya lebih memilih hal yang kekal daripada yang fana. Allah juga
memberikan Asiyah hati yang lemah lembut. Hatinya yang lembut itu ia
tunjukkan tatkala Fir'aun menghukum keluaga Masyithoh yang tak mau
mengakui ketuhanannya. Ia adalah satu-satunya keluarga istana yang
bercucuran air matanya ketika menyaksikan bagaimana keluarga Masyithoh
dilemparkan ke dalam api, karena keluarga itu beriman kepada apa yang
dibawa oleh Musa. Tanpa belas kasihan, pengawal Fir'aun melemparkan satu
per satu anak Masyithoh ke dalam api. Hati Asiyah semakin teriris
tatkala giliran anak terkecil yang masih ada dalam pelukan pelayan
perempuan istana Fir'aun itu juga dilempar ke dalam api. Dan pada saat
itulah ia juga melihat sebuah kebenaran ketika tiba-tiba bayi yang masih
dalam gendongan itu berkata, "Wahai ibuku, bersabarlah.
Sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran". Bayi itu berkata kepada
ibunya ketika perasaan takut dan iba menguasai hati Masyithoh.
Sewaktu semua orang berbondong-bondong menyatakan pengakuan terhadap
ketuhanan Fir'aun, Asiyah malah sebaliknya. Ia terang-terangan menolak
Fir'aun sebagai Tuhan. Betapapun besar kecintaan dan kepatuhannya pada
suami, ia tidak bisa menerima pengakuan itu. Ia tetap memegang teguh
keyakinannya bahwa Tuhan yang patut disembah adalah Allah Yang Esa.
Ia lebih memilih dihukum daripada harus mengakui ketuhanan suaminya yang
berarti musyrik kepada yang kekal yaitu Allah. Sikapnya itu membuat
Fir'aun marah. Asiyah terus menerus mendapat tekanan agar meninggalkan
keyakinannya itu. Tetapi usaha itu sia-sia. Meski hidup di bawah tekanan
dan ancaman, ia tak takut sedikitpun mempertahankan keyakinannya. Ia
tetap sabar menghadapi perilaku buruk suaminya. Tabah menghadapi
kekejaman suaminya dan hanya pasrah pada Allah.
Asiyah tetap teguh dalam mengikuti ajaran Musa As walau nyawa sebagai
taruhannya. Ketika Fir'aun masuk ke dalam kamarnya setelah membakar
keluarga Masyithoh, Fir'aun berkata, "Kuharap kamu telah menyaksikan
bagaimana yang terjadi atas perempuan yang ingkar kepada tuhannya yang
agung, Fir'aun." Dengan cepat Asiyah menyela, "Celaka engkau hai Fir'aun
dengan azab Allah!" Tak ayal lagi, perkataannya itu telah membuat
Fir'aun marah besar. Fir'aun segera memerintahkan para pengawal untuk
mengikatnya di empat tiang kebun istana, kemudian para pengawal
mengambil cemeti dan menderakan ke tubuh Asiyah. Sementara Fir'aun
memerintahkan untuk memperkeras siksaan itu. Tak sepatah katapun keluar
dari mulut Asiyah selain munajat kepada Allah Swt yang diabadikan dalam
Alquran, "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam
surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan
selamatkanlah aku dari kaum yang zalim". (QS. 66:11). Setelah itu Asiyah
pun pergi menuju Tuhannya sebagai wanita syahidah di empat tiang.
sumber : suara-islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar