Tak
dapat dipungkiri, betapa senangnya kita belakangan ini menyaksikan
maraknya kaum wanita yang berlomba-lomba mendeklarasikan dirinya telah
berhijab. Di setiap tempat, di jalan, kampus, mal, dan tentu saja dalam
berbagai kesempatan telah kita dapati banyaknya muslimah yang tak lagi
menampakkan keindahan perhiasan diri yang mereka katakan telah
berhijab.
Untuk mensyiarkan hijab ini, berbagai komunitas dibentuk oleh para
muslimah. Sebut saja Hijabers Community, Komunitas Hijabers Bekasi,
Komunitas Hijab Indonesia, dan banyak lagi nama lain yang merupakan
wadah berkumpulnya para muslimah yang telah dan ingin mengajak serta
muslimah lain untuk berhijab.
Tak ada ungkapan selain kebanggaan terhadap usaha para muslimah tersebut. Di saat yang lain under estimate
untuk membentuk komunitas-komunitas dengan tidak berani mengusung
nilai-nilai Islam, mereka justru dengan bangga membuat wadah perkumpulan
muslimah yang di dalamnya berisi orang-orang yang secara sadar
menanggalkan busana yang jauh dari nilai-nilai Islam dan mengajak serta
orang lain untuk mengikutinya.
Saking maraknya, berbagai media baik cetak maupun elektronik tak mau
ketinggalan mempublikasikan setiap kegiatan yang dilakukan oleh
komunitas-komunitas hijab. Juga beragam talk show yang menghadirkan
perwakilan dari komunitas-komunitas tersebut untuk bicara visi misi
serta tujuan dibentuknya komunitas yang fenomenal itu.
Komunitas hijab beserta apa yang dikenakan menjadi trend.
Berbondong-bondong para muslimah, khususnya di negeri ini, mengikuti
gaya berbusana dengan apa yang mereka sebut hijab. Bahkan untuk
melariskan produknya, belakangan tentu tak asing bagi kita menyaksikan
sebuah iklan televisi yang di salah satu adegannya adalah bunyi dialog, “Wah,kamu sudah berhijab ya!”.
Hijab Dulu dan Kini
Apa yang menjadi pesan dalam tiap perkataan dan aktivitas serta apa yang
dikenakan oleh muslimah dalam berbagai komunitas hijab tersebut telah
dengan gamblang tersampaikan. Bahwa hijab bermakna telah menutup aurat,
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Para disainer dalam berbagai
peragaan busana muslim pun menegaskan hal tersebut.
Namun jika dicermati, apakah makna hijab yang ingin disampaikan oleh
kebanyakan disainer muslim masa kini dengan berbagai komunitas hijab
sebagai icon telah mewakili makna hijab yang sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah?
Al Hijab berasal dari kata hajaban yang artinya menutupi, dengan kata lain al hijab adalah benda yang menutupi sesuatu. Dalam kitab Al Ta’rifat dijelaskan bahwa Al Hijab
adalah segala sesuatu yang terhalang dari pencarian kita, dalam arti
bahasa berarti ma’nu yaitu mencegah, contohnya mencegah diri kita dari
penglihatan orang lain.
Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan seperti apa yang
dikatakan oleh Al-Zabidy dalam kitabnya Taj al-‘Urus, bahwa yang
dimaksud dengan al-Hijab adalah segala sesuatu yang menghalangi
antara kedua belah pihak. Artinya ada sebuah benda yang menghalangi
penglihatan kita terhadap orang lain, contohnya, ketika ada dua orang
sedang berbicara, tetapi di tengah-tengah mereka terdapat tembok yang
besar, sehingga dengan adanya tembok yang besar itu mengakibatkan kedua
orang tersebut tidak melihat satu sama lain. Nah…tembok inilah yang
dinamakan al-Hijab.
Dalam Al-Qur’an pun disebutkan tentang al-Hijab ini, walaupun satu ayat,
tetapi bermakna sangat dalam sekali terhadap definisi al-Hijab itu
sendiri, sehingga ayat ini diberi nama dengan “Ayat Hijab”.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah
Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk Makan dengan tidak
menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka
masuklah, dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik
memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu
Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah
tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu
(keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari
belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati
mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak
(pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat.
Sesungguhnya perbuatan itu adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah.” (QS.Al Ahzab:53)
Yang dimaksud dengan al-Hijab pada ayat di atas adalah, tabir pembatas
yang menghalangi wanita dari penglihatan orang lain, tetapi bukan
sesuatu yang dipakai seperti pakaian, celana maupun jilbab akan tetapi
berbentuk sebuah pemisah seperti tembok, korden dan lain sebagainya.
Mengacu pada ayat di atas bahwa ketika pada zaman Nabi Muhammad Saw, ada
orang asing yang datang kepada istri beliau untuk bertemu dikarenakan
ada sesuatu urusan, maka Nabi pun mengizinkannya akan tetapi
memerintahkan agar istrinya bertemu dibalik tabir.
Meski hal tersebut hanya berlaku untuk istri-istri Nabi, namun demi
menjaga kesucian diri di jaman sekarang pun sebagai contoh dapat kita
saksikan bagaimana para aktivis Islam dalam setiap kegiatan terutama
ketika melakukan syuro’ (rapat) di sebuah ruangan, maka digunakanlah
oleh mereka hijab untuk memisahkan ruang antara laki-laki dan perempuan.
Juga dalam kegiatan seminar ke-Islaman, diskusi, pengajian, dan lain
sebagainya hal tersebut lazim dilakukan demi menjaga agar tidak terjadi
ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan perempuan dan dapat
menimbulkan fitnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar